Kemuning Senja
Aku masih teringat ceritamu. Kenangan yang tak kamu lupakan. Perjalanan bareng keluarga, kamu bilang. Kota ini, mengingatkanku padamu. Masih ku ingat caramu bertutur sambil senyum dan tangis yang kamu tahan.
Katamu, "Sudah lama aku tak menginjakan kaki di kota itu. Kota kelahiran ibuku dan dimana beliau bertemu dengan bapak. Masih ku ingat malam di musim kemarau belasan tahun lalu, kami naik becak menuju rumah ibu. Melewati jembatan yang lebar dan panjang dengan suara deras gemericik air. Jembatan ini memang tak sebagus seperti jembatan Suramadu, tapi entahlah aku suka melihat dia yang begitu lebar."
Kira-kira umurmu masih 12 tahun saat itu. Bertemu dengan orang-orang yang tak biasanya ada disekitarmu. "Malu tapi juga senang", katamu.
Sampil mencomot pisang goreng hangat, kau lanjutkan kisahmu.
"Bangunan yang masih keliatan kuno itu dihuni 4 orang dengan satu balita. Dinding putih kotor ada bercak-bercak lumut. Masih berteras semen bahkan sudah ada yang bertanah. Ukiran di dinding dan pintu berdaun dua yang menjulang tinggi. Hanya ada 3 kamar tidur, 1 ruang tamu sekaligus ruang makan. Berdiri satu tivi hitam putih di atas dipan kecil. Memasuki kamar tidur yang sudah disiapkan, tak lama aku langsung terlelap. Perjalanan yang benar-benar memakan hampir sehari semalam." Dan, kamu ingin sekali pergi ke sana bukan? Ah, sepertinya kamu begitu rindu.
"Sore hari yang indah, aku diajak jalan-jalan. Hanya bertiga, Mbah Kung, aku dan adek kecil. Hanya berkeliling di sekitar rumah, menikmati sore hari. Rame ada topeng monyet, hehhe, si adek suka. Ah, aku ingat dia suka sekali dinyanyikan lagu "Topi Saya Bundar". Kalau pagi hari, saya diajak ke pasar. Pasarnya begitu rame, gedhe, bersih. Katanya sih pasar paling gedhe di kota itu. Saya suka buah sawo kecil berwarna merah, mereka menyebutnya sawo kecik." Lantas kamu menyanyikan lagu itu. Kita tertawa bersama. Dasar anak kecil, lagu yang tak kan pernah terlupa.
Hari kedua di kota itu, kau mengunjungi rumah kakak ibumu.
"Rumahnya deket pantai", katamu.
Perjalanan ke sana naik dokar, menyenangkan juga. sebilah senyum tersunging di wajahmu.
" Pepohonan rindang di sepanjang pinggir jalan beraspal menuju pantai. Pantai yang bersih. Sudah modern karena ada hotel dan pemandian di goa sebelahnya. Banyak bus pariwisata dan beberapa turis asing aku lihat disana.. Bener-bener tak ingin beranjak. Pantai selatan yang sangat eksotis, itu adalah kali pertama aku melihat pantai dengan pasir putih. Sayang, aku tak bermain pasir maupun bercanda dengan ombak." Ah, aku tau kamu memang suka pantai. Deru ombaknya serta horizon batas laut dan langit yang selalu membuatku ingin menggapainya.
Ternyata tidak cuma itu. Kenangan yang kau simpan erat. Kenangan bersama sosoknya. Bapak. Sore yang indah menemani perjalan pulangmu ke rumah Mbah. Berjalan berdua dengan bapak. Seneng sekaligus malu. Kamu begitu menghormatinya.
Perjalanan yang lumayan jauh. "Sengaja kami berjalan kaki", katamu.
"Pemandangan sawah menghijau di kana-kiri jalan. Kemuning mentari menemani. Senja yang indah." Begitu berbinar matamu ketika mengungkapkannya.
Seperti sore ini, "Kemuning mentari yang indah", katamu.
Ah, nona senja, apa kabarmu hari ini? Semoga kau selalu bahagia. Menjadi sosok yang anggun. Qanaah dan bijak. Senyummu, tetaplah menjadi pelipur lara bagi orang-orang yang menyayangmu. Semoga,, segala impian yang kau rancang diridhai olehNya.
amin,, ^^
BalasHapus