Cinta Sejati
Dua ratus
silam. Legenda ini dimulai di sini. Legenda yang selalu diceritakan
turun-temurun oleh tetua kota. Diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Dengan pesan yang sederhana, jangan pernah mengulangi kesalahan
yang dilakukan Fram, si petani miskin.
Dua ratus
silam, alkisah Fram amat beruntung mendapatkan istri yang sempurna. Kembang
kota. Di hari pernikahan, gadis itu tersenyum riang dan berkata, “Aku akan
menjemput janji cintaku. Tidak ada janji kehidupan yang lebih hebat dari itu,
bukan??”
Fram
mencintai istrinya. Dan jangan ditanya apakah istrinya mencintai Fram?
Masalahnya, apakah cinta itu? Apakah ia sebentuk perasaan yang tidak bisa
dibagi lagi? Apakah sejenis kata akhir sebuah
perasaan? Tidak lagi bercabang? Bukanlah lazim seseorang jatuh cinta lagi
padahal sebelumnya sudah berjuta kali bilang ke pasangan lamany, “Ia adalah
cinta sejatiku!”
Keluarga itu
hidup bahagia selama lima tahun. Namun, di penghujung tahun kelima pernikahan,
musim dingin datang tak terperikan. Badai salju berbulan-bulan. Pepohonan
meranggas. Danau membeku.
Enam bulan berikutnya, Fram terkena penyakit ganjil. Tubuhnya membeku di atas
ranjang, tidak bisa digerakan. Tinggallah istrinya yang kalut dengan banyak
hal. Tangan lembut itu mengais tumpukan salju untuk mendapatkan sisa
umbi-umbian. Terseok mengumpulkan kayu bakar. Melubangi danau untuk mendapatkan
ikan. Menambal dinding yang sobek. Merawat suami yang lumpuh di atas tikar.
Menyuapinya, memandikannya, bahkan membuang kotoran suaminya. Istri Fram berjanji
akan bertahan hidup demi suaminya.
Dua belas
bulan berlalu, musim tak menunjukan tanda akan berbaik hati. Keadaan fram
semakin menyedihkan. Tubuhnya mendadak kejang-kejang. Sekarat. Istrinya
terseok-seok menggendongnya untuk berobat di kota. Sayang, tak ada pertolongan
di kota. Tabib mengangkat bahu. “Aku tak tahu, apakah benar yang dikatan
peziarah itu benar atau tidak. Berikan suamimu sepotong daging. Semoga itu
menyembuhkannya!”
Jangankan
daging, sepotong umbi pun kini sulit ia dapatkan. Ikan di danau juga entah
pergi ke mana. Istri Fram menangis. Menatap wajah suaminya yang semakin
sekarat. Ia tahu, sejatinya cinta mereka tetaplah mengenal perpisahan. Namun
istri Fram ingin berpisah dengan suaminya dalam sebuah pelukan yang indah.
Tetiba istri Fram, melihat belibis yang
hinggap di jendela. Dengan gesit ia menangkap belibis, setelah mengerahkan
sisa-sia tenaga tubuhnya. Malam itu takdir langit berubah. Sepotong daging yang
masuk ke dalam tubuh Fram mengembalikan kesehatannya. Musim dingin berkepanjangan
berakhir. Gumpalan salju pun mencair. Tunas tumbuh menghijau. Janji kehidupan
baru datang.
Namun,
cerita yang menyedihkan baru dimulai. Tidak ada yang tahu bahwa seekor belibis
itu memiliki pasangan. Fram dan istrinya kembali ke keseharian yang menyenangkan.
Kebagiaan mereka lengkap saat enam bulan
kemudian kehamilan istri Fram. Saat kandungan menganjak usia tujuh bulan,
terjadilah peristiwa aneh. Fram yang sedang berburu di hutan cemara, tidak
sengaja melihat seekor belibis indah. Ia mengejarnya. Dan terperanjatlah, ia
tidak menemukan belibis yang berenang, melainkan seorang wanita yang sedang
mandi.
Entah bagaiman caranya, Fram jatuh cinta dengan gadis belibis tersebut. Ia lebih
memilih duduk berlama bercengkrama dengan gadis belibis di tepi danau daripada
menemani istri yang hamil tua di rumah. Bahkan Fram sudah seminggu tidak
pulang. Si istri mencari dan ia menemukan suaminya sedang berdua dengan gadis
cantik.
Tersungkur istrinya Fram. Lirih memanggil suaminya. Fram hanya melirik, lantas
menyuruhnya pergi. Bahkan istrinya sampai tersungkur saat berusaha memeluk kaki
Fram. Fram tidak peduli. Menarik tangan gadis itu dan mengajaknya pergi.
Sebelum itu terjadi, dewa-dewi surga turun ke bumi. “Siapakah yang memanggil
dan meminta penjelasan?”
“Aku..”, jawab istri Fram.
Dan menjadi jelaslah urusan itu. Gadis canti adalah penjelmaan dari pasangan
belibis yang tersesat di rumah Fram. Gadis cantik itu menuntut keadilan.
“Baik, yang terjadi biarlah terjadi.Maka biarkanlah Fram yang memutuskan
masalah ini. Apakah ia akan memelihmu atau gadis belibis. Maka aku akan
memberikan tiga kali kesempatan untuk menghilangkan kelebihannya atau menambah
kelebihanmu.”
Istri Fram
menyeka airmata. “Aku ingin seluruh sihir milik gadis ini dihilangkan!” Meski
pakaian gadias itu tak kemilau, taka da perhiasan lagi, Fram memutuskan untuk
memilih gadis belibis.
“Aku ingin seluruh sihir yang masih mengukung suamiku dihilangkan!” Gadis itu
tetap mempesona Fram, dan Fram sekali lagi tega memilih gadis belibis.
“Aku ingin Fram melihat janji kebahagiaan yang diberikan oleh bayi yang
kukandung!”, kata istri Fram untuk permintaan terakhirnya. Janji masa depan
yang ada di depan Fram pun tak bisa membuat Fram kembali. Ia tetap memilih
gadis belibis. Dan ia meninggalkan istrinya yang tersungkur menangis.
“Kenapa kau tak menggunakan kesempatan terakhirmu untuk menunujkkan kejadian
yang sebenarnya?”, Tanya seorang dewa-dewi itu. Istri Fram mengggeleng, menyeka
airmatanya.
“ Wahai wanita malang, kenapa kau tidak meminta kami untuk menunjukkan kejadian
nyata malam itu, agar suamimu melihatanya. Agar gadis belibis itu melihatnya.”
Istri Fram berkata lirih, “Aku tak ingin cintanya kembali karena dia merasa
berhutang budi."
####
Lama sekali
istri Fram memandangi belibis di tangannya. Mendadak ia merasakan ada yang
ganjil. Lihatlah, mata belibis itu menyimpan perasaan takut kehilangan sesuatu.
Cemas berpisah dengan sesuatu. Istri Fram mengenali tatapan itu, sama seperti
tatapannya. Takut berpisah dengan pasangannya.
Fram semakin kejang. Mengeluh tertahan. Istri Fram gemetar mengambil pisau.
Sekali lagi menatap mata belibis dalam jepitan tangan. Tidak. Belibis ini juga
pasti punya pasangan. Mala ini, jika sepotong daging bisa mengobati suaminya,
itu tidak berasal dari belibis.
Biarlah dewa-dewi menjadi saksi. Istri Fram sambil menggigit bibir gemetar
menebaskan pisau tajam ke betis kakinya. Sempurna memotong. Malam itu istri
Fram memberikan daging miliknya.
Ia melepas belibis jelmaan itu. Itulah yang terjadi. Malangnya, belibis jantan
itu terjerembap di pecahan es danau. Dan mati tenggelam tanpa seorang pun yang
tahu termasuk belibis pasangannya. Malam itu, istri Fram telah membuktikan
cinta sejatinya. Andaikata demi kesembuhan suaminya ia harus memberikan
jantungnya, maka itu pasti akan diberikannya.
Cerita ini aku ambil dari buku Tere Liye - Berjuta Rasanya, yang ketika aku membacanya ada perasaan haru.
Jadi cinta sejati dalam kehidupan itu pasti ada perpisahan. Dan cinta sejati itu tak mengenal hutang budi. Dia tulus. Tulus seadanya, apa adanya. :)
Semoga cinta kita ke siapapun itu adalah cinta yang tulus, apa adanya.
Semoga cinta kita ke siapapun itu adalah cinta yang tulus, apa adanya.
Komentar
Posting Komentar