Trip to Pacitan

Seminggu setelah lebaran, aku sekeluarga akhirnya mudik juga. Setelah sekian belasan tahun…Haha. Alhamdulillah J

Rencana untuk ke Pacitan sebenarnya sudah sedari dulu. Ketika itu mendapat kabar bahwa Kakung saya meninggal, Ibu dan Bapak akan berangkat ke sana. Namun ternyata ga jadi. Ibuku mendadak sakit, malam harinya sampai beberapa bulan lamanya. Alhasil, ini hanya menjadi wacana hingga tahun-tahun berikutnya. Tahun lalu bahkan Ibuku mau berangkat sendiri, kami-para anaknya tidak mengijinkannya. Sampai pada akhirnya, dua bulan sebelum puasa, Pak Dhe telp bahwa beliau mau main ke rumah. Sudah kangen katanya. Tapi sebelum berangkat, beliau merasa dadanya sakit. Bapak dan Ibu menyarankan untuk perksa terlebih dulu sebelum berangkat. Dan hasil yang keluar adalah jantung Pak Dhe saya bermasalah dan harus dioperasi secepatnya. Kami sekeluarga hanya bisa memberi doa, semoga Pak Dhe segera sehat. Puasaan kemarin Pak Dhe telp lagi, beliau sudah sehat, tapi ndak bisa bepergian jauh, jadi kami diminta untuk ke Pacitan. Kalau perlu Pak Dhe mengirimkan supir untuk menjemput kami. Haha. Sampai sebegitunya ya….. J
Lebaran hari ketiga kemarin rencana ini sudah matang, Ibu-Bapak-dan Iin, adek saya akan berangkat. Oke, kami, aku dan mbak Ita setuju. Lagi-lagi, ga jadi. Bapak bilang, minggu depan saja, biar semua yang pada kerja bisa ikutan. Huuuaaahhh,,, aku, mbak Ita dan suaminya langsung bilang iya. Meski kami tahu, bahwa Ibu sangat menyimpan harap untuk segera ke sana bersua dengan Sang Bunda.

Hari itupun datang. Saya meminta ijin tiga hari di tempat saya bekerja. Alhamdulillah diijinkan. Sabtu malam saya sampai di rumah. Huuaahh rumah saya berantakan. Adek mau setrika baju yang akan di bawa. Ibu dan Mbak Ita sibuk siapkan kue dan makanan untuk kita berangkat besok. Saya kaget, ketika mendapati Bapak saya duduk lemas di dekat jendela dengan batuk-batuk dan sesak. Saya harap-harap cemas, sepertinya ini bakal gagal lagi. Ternyata tidak. Besok paginya, jam 3 kami sudah siap untuk berangkat. Bapak menyewa mobil dan sebagai supirnya adalah Mas Visol, calon suami adek saya.
Rute yang kami ambil adalah  Lumajang (Tempeh, Dampit), Malang (Turen, Kepanjen), Blitar, Tulung Agung, Trenggalek, Lorok, Pacitan. Perjalanan ini memakan waktu 15 jam dengan dua kali kami berhenti untuk makan dan sekali untuk benerin mobil. Bener-bener  perjalanan panjang dengan jalan yang wow.. berliku-liku.


Sekitar jam 5 p.m, kami sudah sampai di rumahnya Pak Dhe saya. Ibu, Bapak, Mbak Ita, saya dan adek langsung sungkem pada Edok (mbah putri) kemudian mbak Ita memperkenalkan suami dan anaknya, juga calon suami adek saya. Edok sudah tak sesehat dulu.Badannya kurus kering. Bulan puasa kemarin, saya di telp oleh Om Heni bahwa Edok sakit. Tekanan darahnya tinggi hingga matanya yang sebelah kiri ga bisa terbuka. Kali itu kami baru tahu bahwa sebenarnya Edok terkena struk. Bagian kiri badannya sudah kehilangan kelincahaanya . Selain mata sebelah kiri, kaki sebelah kiri juga sudah tak sanggup menopangnya untuk berdiri. Iya, Edok saya tidak bisa jalan.  Semakin tua, dan menjadi pikun. Padahal saya ingat banget, dulu Edok senang mengajak saya ke pasar berbelanja untuk makan kita, membuatkan sayur kesenanganku. Ah Edok, sekarang kau semakin tua, semakin seperi anak kecil. Semoga Allah selalu menyayangimu, menyehatkanmu, hingga kita bisa berjumpa lagi kelak. Doakan saja liburan sekolah semester ini, kami bisa main ke sana lagi. Bener-bener senang bertemu dengan Edok, keluarga Pak Dhe, Om Heni, Mbah Yat. Semoga kita sehat semuanya…… Aamiin

Komentar

Postingan Populer